Life, Love, Learn..

"Ms, ga ada ms Mariskha, anak-anak seperti kehilangan soul-nya.."
-Parents-


Kali kesekian saya mendengar statement ini. Ini juga yang mengingatkan saya didetik terakhir pengambilan keputusan untuk menandatangani surat pengunduran diri saya saat itu.

"Kamu yakin??" ungkapnya saat itu.
"Apa yang ibu lihat dari saya sehingga ibu berkali-kali menanyakan ini?"
"Saya melihat keragu-raguan di mata kamu, Cha.." jawabnya.
"Saya takut. Iya saya takut.. Takut kalau ternyata saya tidak cukup mampu membuktikan diri. Itu saja."
"Kasih saya kesempatan, saya tidak bisa menjanjikan bahwa saya akan berhasil. Setidaknya, biarkan saya belajar dari kegagalan saya kalaupun ternyata saya gagal."
"Anak-anak bagaimana?" lanjutnya saat itu.
"Anak-anak akan baik-baik saja"
"Mereka akan kehilangan soul-nya Cha"

Tertegun dalam keheningan yang cukup panjang. Derai air mata pun tidak sanggup lagi tertahan. Kami menangis bersama seolah pilu itu tidak mampu lagi kami redam. Inilah rasa kehilangan paling dalam, setidaknya dalam kurun waktu 4 tahun terakhir. Dia memeluk saya erat saat itu. 
"Saya hanya ingin memastikan kamu mendapatkan yang terbaik dimanapun kamu berada" ucapnya yang lagi-lagi meneduhkan hati saya saat itu.

****

Perempuan itu datang membawa mimpi dan membangunnya disana..
Menyebarkan bibit dan membiarkan rumput liar tumbuh.
Lalu kami menari bersama diatas mimpi yang sama.
Tidak peduli hujan membasahi tubuh kami. 
Kami tetap menari.
Tidak peduli keringat dari setiap perih yang diabaikan oleh mereka yang menusuk-nusuk jiwa kami. 
Kami selalu bersama.
Tidak peduli ketika sakit menghujam jiwa kami. 
Kami bangkit bersama.
Tidak peduli apapun..
Karena kami memang membangun mimpi dari puing-puing yang terabaikan banyak hati.
Tidak mengapa karena kami tahu kami saling memiliki.
Tidak peduli jika yang lain tidak juga tergerak melihat mimpi kami.
Kami tetap melangkah, menari dalam irama kami.

Mimpi itu belum sepenuhnya jadi.
Perempuan itu melangkah menjauh.. 
Perempuan itu meninggalkan mereka.
Memberi alasan-alasan yang belum mampu dipahami dengan utuh.

Mimpi itu mimpi setengah jadi.

Bodohnya, perempuan itu berfikir mimpi dapat diteruskan oleh yang lain.
Sementara bibit mulai bersemi dan rumput liar mulai tampak menghijaukan lahan gersang.
Semua siap menari di dalam riang diatas taman mimpi kami.

Mimpi itu terhenti.
Jiwanya pergi..

Jiwa-jiwa yang lain tak mampu bertahan  
Tidak mampu menemukan jalan menuju arah yang sama.
Sebagian memilih pergi..
Sebagian lainnya tetap bersama.
Mereka kembali tertatih.

Dua kali terhujam.
Tertatih dan mencari kembali dimana jiawanya yang telah pergi.

Kini tak lagi sama.
Walau doa dan harapannya tetaplah sama.

****



Mungkin ini sebuah chapter yang masih belum terselesaikan..
Sebuah chapter tentang kehilangan, kekecewaan dan rasa sakit.
Entah dimana saya akan menemukan titiknya.




Categories:

Leave a Reply